April 2019 Nanti Bukan Cuma Milih Wiwi Wowo

Saya termasuk yang bosen liat timeline media sosial yang isinya rame-rame soal pasangan capres dan cawapres, tiap hari trending topic Twitter selalu ada aja mereka. Mending kalo ramenya adalah debat berfaedah, malah banyakan saling menjatuhkan diantara kedua kubu. Buzzernya pun kerjanya kenceng banget, banyak sih yang saya follow trus saya mute dulu deh untuk beberapa waktu, paling tidak sampe bulan April nanti.

gambar dari shutterstock.com

Tiap hari berita selalu dipenuhi tentang kegiatan pasangan No 1 dan No 2, ke mana, ngapain aja sampe-sampe mau foto aja sekarang susah pake gaya memperlihatkan jari. Kasih jempol, dianggap memihak No 1. Pake logo peace yang banyak dipake kayak orang Korea gitu, dibilangnya memihak No. 2. Padahal kadang spontan aja, lah wong itu pose yang biasa aja kan. Waktunya aja sekarang yang bikin pose begitu terlihat serba salah. Menyebalkan.

Kemalasan saya ngomongin politik di media sosial itu adalah sikap politik saya. Saya menghargai semua yang saya follow, mau ngomongin politik gimana, ya monggo aja, silakan aja. Jungkir balik tiap hari ngomongin mau milih pasangan yang mana, ya rapopo. Kecuali…. itu orang udah menjelekkan pasangan lain, ngotot, memaksa orang lain memilih sama seperti pilihannya, apalagi sampe sebar-sebar hoaks. Maka saya udah pastikan orang itu saya unfollow atau mute dulu sementara waktu. Kita boleh punya sikap, tapi coba lah untuk menghargai orang lain dengan sikap yang juga dia punya.

Read more

Diary Film di Letterboxd

Setiap orang pasti suka nonton. Ya kan? Siapa coba yang gak suka? Hampir setiap hari yang kita lakukan adalah menonton. Entah nonton film, nonton serial tv, nonton iklan, nonton Youtube sampe mungkin nonton orang kelahi.

gambar dari ajra.es

Sekarang nonton pun gak harus di bioskop, nonton juga bisa di tv rumah, bisa dari laptop sampe dari smartphone. Lebih mudah lagi, sekarang udah banyak aplikasi nonton film walau harus berbayar untuk langganan, tetap aja menonton dengan gawai sudah bisa jadi pilihan asyik.

Sebut saja, Netflix yang paling beken. Walau harus bayar langganan sekitar 100-200 ribu per bulan, orang banyak yang rela bayar kok demi bisa nonton banyak film, serial yang ditawarkan Netflix. Trus ada Iflix juga kalo di Indonesia, sayangnya filmnya kurang banyak dan agak lawas gitu. Ada lagi Hooq dan Viu. Buat penyuka serial Korea kayak saya, Viu adalah aplikasi andalan buat nonton serial Korea terkini. Saya rela bayar 150rb per tahun (kalo dapet promo) untuk premium Viu.

Read more

Verifikasi Hoax Dengan Bantuan Komunitas

Hoax atau kabar bohong sepertinya udah jadi hal yang tiap hari kita dengar akhir-akhir ini. Menyebarnya cepat sekali, kalah deh virus flu. Yang paling mudah karena dengan sekali klik forward (di aplikasi pesan singkat), reshare/retweet/repost dari media sosial bisa langsung tersebar ke mana-mana.

ilustrasi dari hipwee.com

Hoax banyak diartikan berita bohong, tapi sebenarnya berita sendiri itu sudah benar, kalau bohong ya bukan berita namanya. UNESCO sudah mengklasifikasi menjadi tiga yaitu misinformasi, disinformasi dan malainformasi. Mari kita cek apa beda ketiganya ;

  1. Misinformasi : informasi palsu tetapi tidak dibuat dengan maksud menyebabkan kerugian
  2. Disinformasi : informasi palsu yang sengaja dibuat dengan maksud membahayakan seseorang, kelompok sosial, organisasi atau negara
  3. Malainformasi : Informasi yang didasarkan pada kenyataan, digunakan untuk menimbulkan kerugian pada seseorang, kelompok sosial, organisasi atau negara.
Read more

Ini Mengapa Twitter Masih Lebih Menyenangkan

Waktu itu saya pernah ngetwit tentang bagaimana Twitter lebih menyenangkan beberapa tahun yang lalu dibanding sekarang, kenapa? Alasannya karena temen-temen saya yang dulu gak terlalu banyak lagi ngetwit, udah lebih aktif pamer foto di Instagram. Trus sekarang Twitter jadi gak menarik ya? Gak juga sih, hmmm.. begini….

Sejak Instagram (IG) dibeli Mark Zuckerberg, semua orang yang pake android udah bisa IG-an, orang-orang jadi banyak beralih melihat foto dan video dengan caption yang panjang di sana. Jumlah love dan view video juga follower di IG menjadi lebih menarik untuk ditingkatkan, entah biar terkenal, jadi viral atau biar tetap eksis saja.

Sejujurnya, saya merasa Instagram sangatlah baik untuk memamerkan karya. Saya sendiri follow banyak yang sering memposting foto karya mereka, baik itu gambar dengan tangan, yang suka mewarnai, karya crochet dan yang suka berbagi foto jepretan kameranya. Menarik sekali, saya bisa mendapat banyak ide dari sana. Tapi bagi banyak orang Instagram juga menjadi ajang narsis, ajang pamer foto diri/selfie, keluarga hingga semua yang dipunya, yang tujuannya kadang gak lagi untuk eksis semata.

Mau tujuan orang menggunakan sosial media apa sih ya biarkan itu menjadi tujuan mereka, sejauh itu tujuan yang baik ya silakan saja. Yang menarik adalah bagaimana algoritma Instagram (juga Facebook) yang tidak lagi berdasarkan waktu, tapi yang paling sering kita ikuti dengan like/love atau search via tagar. Jadi, IG dan FB akan menampilkan di feed ya yang sering kita lihat aja, bukan berarti temen-temen yang kita follow gak ada update-an ya, tapi seringkali gak terlihat aja gitu. Apa yang sering kita sukai akan dicatat sama IG/FB untuk dijadikan lahan iklan. Lalu, muncullah iklan yang sesuai dengan apa yang kita sukai. Ini agak mengerikan sebenarnya, sadar atau tidak, ada profiler yang melihat kebiasaan kita (soal ini sepertinya menarik untuk ditulis terpisah).

Lalu mengapa orang-orang sekarang lebih suka nengok IG-story daripada post feed? Menurut saya karena orang lebih suka melihat hal remeh/sepele, update gak perlu diedit sedemikian rupa dan sesuai waktunya, yang lebih update akan berada di sisi paling kiri. Itu berarti sebenarnya kita menyukai posting sesuai garis waktu kan ya? :)

Garis waktu yang masih digunakan Twitter adalah salah satu kunci kenapa Twitter masih terasa menyenangkan buat saya. Saya bisa melihat twit mana yang lebih update setiap harinya. Fitur yang diberikan Twitter juga menjadi lebih baik dengan adanya mute keyword, jadi untuk menghindari orang-orang yang suka ngetwit gak jelas dan menjurus ke fitnah dalam urusan politik bisa kamu matikan (mute). Dan yang paling penting adalah, menurut saya di Twitter saya bisa lihat bagaimana pandangan orang tentang apa saja. Bagaimana orang-orang menilai sesuatu secara pribadi. Twitwar juga kadang menjadi menarik seperti debat, banyak ide yang dimunculkan. Saya seringkali juga bisa bertanya dan mendapat jawaban dari teman-teman untuk banyak hal, dari yang remeh sampe yang berat sekali pun. Itu mengapa saya lebih menyukai Twitter hingga saat ini.


Doxing Itu Apa Sih?

Makin maraknya aksi doxing yang dilakukan orang bikin gerah juga sih ya. Data pribadi orang diumbar ke mana-mana, udah gak mikir lagi privasi dan keselamatan orang lain. Tapi sebelum jauh ngomongin doxing, baiknya dikasih tau dulu ya apa itu doxing.

Jadi, doxing itu adalah satu istilah bagi upaya mencari dan mengidentifikasi (hingga menyebarluaskan) informasi pribadi seseorang dengan maksud jahat, dilakukan tanpa seizin pemilik identitas. Istilah doxing sendiri berasal dari kata document tracing yang berarti mengumpulkan dokumen tentang seseorang atau perusahaan tertentu untuk mempelajari mereka lebih lanjut berdasarkan sumber-sumber yang sudah dipublikasikan oleh individu itu sendiri. Wikipedia menghubungkan doxing dengan keberadaan Personally Identifiable Information (PII) yaitu informasi identitas individu, kontak, lokasi, pekerjaan atau identitas unik lainnya yang bisa digunakan untuk mengidentifikasi kehidupan seseorang. Nah, hal ini tuh jadi semakin mudah dilakukan di era jejaring sosial di mana banyak orang mengungkapkan kehidupan pribadinya secara ikhlas di jejaring sosial.

Read more

Kebocoran Data Facebook, Terus?

Sebagai pengguna Facebook sejak 10 tahun lalu dan sekarang makin berkembang jumlah penggunanya dan sepertinya anggota keluarga saya sebut aja, mama, papa, uwak, tante dan om semua pada punya Facebook. Positifnya banyak hal bisa dibagikan di Facebook ya tentang keluarga yang biasanya jauh bisa liat bagaimana tumbuh kembang cucu, keponakan, saudara, teman yang mungkin setahun sekali pun belum tentu bisa bertemu. Lebih dari itu, banyak juga orang yang sukses memasarkan dagangannya dan meraup untung dari Facebook, tinggal bagikan produk yang akan dijual, tunggu saja, banyak yang akan beli atau sekedar bertanya, gak perlu jagain toko, tinggal duduk manis di depan komputer/hp.

Lagi, kegiatan positif dapat dengan mudah mendapatkan perhatian, banyak anak-anak muda yang akhirnya punya kegiatan positif yang berawal dari ketemu teman-teman Facebook. Jika memang ada yang mau menonton, ada film Linimasa 1, 2 dan 3 dari ICT Watch yang bisa ditonton yang bisa memperlihatkan banyak positifnya sosial media, Facebook salah satunya.

Bulan lalu Facebook dilanda kecemasan hingga Mark Zuckerberg dipanggil anggota kongres Amerika untuk ditanyai soal kebocoran data yang diungkap perusahaan konsultan Cambridge Analytica (CA). Dari laporan CA tersebut terungkap 87 juta pengguna Facebook dicuri dan digunakan untuk kepentingan politik Donald Trump sewaktu kampannye tahun 2016 lalu di Amerika. Dari 87 juta pengguna itu, sebanyak 1 juta pengguna Indonesia yang mungkin aja kan digunakan untuk kepentingan politik Indonesia mengingat tahun ini akan ada pemilihan kepala daerah serentak hingga tahun 2019 pemilihan presiden.

Read more

Catatan Setahun Revisi UU ITE

Setahun setelah revisi UU ITE, bagaimana?

Tepatnya 28 November 2016 revisi UU ITE resmi berlaku. Setelah setahun, saya dan teman-teman SAFENET berdiskusi bagaimana yang tanggapan atas setahun ini. Kami catat setidaknya ada 385 aduan dan itu angka yang banyak dalam kurun waktu setahun ini. Kok bisa banyak? Iya, ada pejabat publik yang gak tanggung-tanggung melaporkan ratusan akun di sosial media karena merasa nama baiknya tercemar. Mengerikan kalo saya bilang. Parahnya, meme yang dibuat warganet sebagai sindiran pun tak lagi lucu, semuanya dilaporkan.

Apa semua poin revisi gak ada yang baik?
Beberapa poin memang lebih baik, seperti :
1. pengurangan hukuman dari 6 tahun menjadi 4 tahun dan denda dari 1M menjadi 750 juta rupiah dan tanpa ada penahanan selama penyidikan.
Ini memang lebih baik, tapi pasal tersebut tetap lah pasal karet yang bisa menjerat banyak orang, maka penghapusan pasal tersebut adalah tetap yang diinginkan.
2. Ada Right to be Forgotten.
Ini juga baik sebenarnya, hanya saja harus ada regulasi dan ketentuan yang jelas soal hak ini. Apalagi kalo ketemu kasus koruptor yang minta hak begini?
Read more