Film-Film Perjuangan Korea Wajib Tonton

Jangan melupakan sejarah, itu yang orang-orang tua selalu bilang. Itu memang benar, hal itu juga yang menjadi alasan kenapa buku-buku dan film-film bertemakan sejarah selalu menyenangkan untuk ditonton. Dari buku dan film kita bisa tau apa yang telah terjadi.

Jika kita selalu diharuskan mengenang sejarah, mengetahuinya adalah hal yang pertama dilakukan. Bagaimana kita bisa mengenang sesuatu jika kita tidak tahu asal ceritanya. Trus bagaimana kita bisa tahu tentang sejarah Indonesia, jika dikit-dikit buku sejarah dianggap kiri lalu dirazia tidak boleh disebarluaskan. Menjengkelkan. Lalu darimana anak-anak muda tahu sejarah kalo gitu? Film? Kalo buku aja dilarang film mah apalagi? Yang ada film perjuangan zaman kerajaan Indonesia kayaknya.

Sudahlah. Mari bicara sesuai judul, saya mau bagi beberapa film Korea saja yang diangkat dari kisah nyata perjuangan rakyat Korea yang keren banget dan bisa jadi rekomendasi bagi yang suka film-film perjuangan

A Taxi Driver (2017)

poster dari Wikipedia.com

Film ini bercerita tentang supir taxi yang membawa seorang wartawan asal Jerman untuk meliput kerusuhan di Gwangju, Korea tahun 1980. Si supir taxi mau-mau aja karena dijanjikan upah yang lumayan besar, sebagai duda dengan 1 anak perempuan dia ambil tawaran itu tanpa tahu benar apa yang terjadi di Gwangju saat itu.

Read more

Diary Film di Letterboxd

Setiap orang pasti suka nonton. Ya kan? Siapa coba yang gak suka? Hampir setiap hari yang kita lakukan adalah menonton. Entah nonton film, nonton serial tv, nonton iklan, nonton Youtube sampe mungkin nonton orang kelahi.

gambar dari ajra.es

Sekarang nonton pun gak harus di bioskop, nonton juga bisa di tv rumah, bisa dari laptop sampe dari smartphone. Lebih mudah lagi, sekarang udah banyak aplikasi nonton film walau harus berbayar untuk langganan, tetap aja menonton dengan gawai sudah bisa jadi pilihan asyik.

Sebut saja, Netflix yang paling beken. Walau harus bayar langganan sekitar 100-200 ribu per bulan, orang banyak yang rela bayar kok demi bisa nonton banyak film, serial yang ditawarkan Netflix. Trus ada Iflix juga kalo di Indonesia, sayangnya filmnya kurang banyak dan agak lawas gitu. Ada lagi Hooq dan Viu. Buat penyuka serial Korea kayak saya, Viu adalah aplikasi andalan buat nonton serial Korea terkini. Saya rela bayar 150rb per tahun (kalo dapet promo) untuk premium Viu.

Read more

Film Dokumenter Enam Penjuru dan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN)

Apa yang kalian pikirkan tentang Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang negara kita punya sekarang?

Program JKN sendiri sebenarnya lebih sering kita dengar yaitu Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) dan dibagi menjadi BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan yang sudah ada sejak tahun 2013. Saya akan lebih lanjut ngomong soal JKN ini setelah saya ulas mengenai film dokumenter yang berjudul Enam Penjuru yang dibuat oleh Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia bersama Friedrich Ebert Stiftung (FES).

Saya dan teman-teman blogger diundang untuk ikut diskusi dan nonton langsung film dokumenter tersebut di The 101 Hotel Palembang, Rabu 19 Desember 2018 kemarin. Tapi sepertinya film ini memang tidak (atau belum) diterbitkan di Youtube atau kanal video lain yang bisa ditonton oleh banyak orang. Film ini menyoroti tentang sistem JKN yang sudah berjalan di Indonesia. Ada enam jurnalis AJI yang terpilih dan ternyata hampir semua bukan yang terbiasa membuat merekam video, sehingga Watchdoc membantu dari segi teknis filmnya. Keenam jurnalis tersebut dilatih selama tiga hari saja untuk mendapat pelatihan bagaimana merekam gambar demi keperluan film ini. Dari sisi isi film tentu saja dikembalikan pada para jurnalis. Karena itu lah film ini diberi judul Enam Penjuru.

Filmnya sendiri memperlihatkan bagaimana beberapa pasien sakit yang menggunakan JKN ini. Di Jakarta ada seorang yang harus cuci darah tiap dua kali seminggu dengan menggunakan Kartu Jakarta Sehat, gratis. Di Manado seorang ibu yang terkena kanker bisa menggunakan BPJS dari rumah sakit di daerahnya hingga harus dibawa ke rumah sakit rujukan yang lebih besar dan harus menggunakan kapal laut menuju ke sana. Ada lagi di Banyumas, pekerja yang jatuh saat mengumpulkan gula aren bisa menggunakan BPJS ini.

Read more

Sama Seperti di Film Favoritmu~~~

Siapa sih yang gak suka nonton film?
Menonton itu kayak hiburan tersendiri, mau di hp, laptop, di tv atau di layar lebar itu sih cuma masalah caranya aja, tapi nonton film tetaplah menyenangkan. Banyak film bagus yang udah saya tonton, tapi mungkin gak banyak yang mau ditonton berulang.

Kalo ditanya film genre apa yang sering ditonton? Jawabannya sih thriller.
Thriller ya bukan horor. Horor adalah genre film yang paling saya hindari sekali, rasanya buat apa menghabiskan waktu untuk menonton cerita yang bukan buat kita terhibur tapi malah menakuti. Jadi, saya pastikan judul-judul film horor Indonesia yang sedang hip saat ini, tidak akan saya tonton meskipun dapet tiket gratisan sekalipun.
Selama sebuah film punya cerita yang enak untuk dinikmati, semudah itu juga saya menyukai sebuah film. Dan kalo ditanya film favorit yang bisa saya tonton berulang ya pasti ada, walau gak banyak tapi hampir semuanya genre drama gitu.

1. Armageddon (1998 )

Kalo ditanya kenapa film ini jadi film favorit?
Jujur saya juga gak ngerti kenapa, cuma karena suka aja ceritanya kali ya. Menurut saya ceritanya seru, ada hubungan ayah dan anak juga. Difilm ini pertama kenal Ben Affleck trus lanjut suka sama si aktor.

2. 500 Days of Summer (2009)

Nah, kalo ini kenapa favorit?
Ceritanya dan endingnya. Karena Joseph Gordon Levitt dan Zoey Deschanel kayaknya. Ceritanya menarik, dari sisi si cowok. Cerita drama tentang hubungan cinta cowok (Tom) dan cewek (Summer). Mereka ketemu trus Tom suka, trus jadian tapi si Summer ini gak percaya sama komitmen, jadi membiarkan hubungan mereka kayak gitu aja, trus akhirnya pisah. Trus waktu berjalan si Tom malah ketemu Summer mau nikah, padahal katanya si Summer gak percaya komitmen pernikahan. Ya, waktu berjalan, semua orang bisa berubah. Ya, berarti gak jodoh ya, gitu aja sih. Trus Tom akhirnya move on diendingnya. Gitu aja emang ceritanya, tapi saya suka sih, termasuk soundtrack film ini.

Read more

Nonton Film Kala Weekend

Ibu-ibu itu gak ada liburnya. Saya setuju, kalo pekerja pasti ada libur di weekend, sabtu minggu gitu, kalo para ibu, harus sedia setiap saat 24/7 apalagi kalo punya anak balita.

Weekend pun saya rasanya sulit leyeh-leyeh. Ada aja yang harus diberesin, belum lagi kalo anak udah berantakin sana sini, tinggal aja ini mamaknya ngelus dada, hela nafas. Jadi, untuk membuat rada santai di weekend, saya pikir menonton adalah terapi yang paling pas. Gak harus nonton bioskop, nonton di rumah aja mah saya udah seneng banget. Jadilah hari sabtu dan minggu adalah hari dimana, saya pasti nyari film buat ditonton.

Thanks to koneksi internet Indihome yang bisa bikin nonton di rumah jadi menyenangkan. Nonton online jadi pilihan. Saya hampir selalu nonton film Korea (kecuali genre horor ya) atau romantic comedy hollywood. Lumayan lah, bisa bikin rasanya weekend itu lebih santai, lebih bisa dinikmati (walau kadang sembari nyetrika pakaian sih).

Rating Film Anak dan Rating Games

Penting kah mengecek rating film anak-anak?
Saya gak tau seberapa penting menurut banyak orangtua tentang rating sebuah film anak-anak. Rating disini maksudnya usia yang diperbolehkan untuk menonton sebuah film ya. Menurut saya pribadi, itu hal yang penting.

Sejak Alaya umur 4 tahun, dia udah pernah diajak nonton. Waktu itu kepepet lah, bunda sama ayahnya mau nonton dan dia gak mau dititipin ke eyangnya, jadinya ya kita ajak aja. Film apa? Film action Die Hard :p
Saya tau sih gak seharusnya dia nonton film begitu. Tapi saya gak nyesel kok, karena dari mulai filmnya Alaya udah tidur di kursinya sampe film selesai :D

Setelah kejadian itu, Alaya gak pernah lagi mau ikut kalo kita nonton film. Masuk umur 5 tahun, dia udah tahu film yang mau dia tonton, jadilah dia yang minta. Film Minions, pas di cek ratingnya ‘Semua Umur’, jadilah saya nemenin dia nonton itu film.
Terus selanjutnya dia pengen nonton Inside Out, eh tapi pas di cek ratingnya 12+, jadilah saya gak berani ngajakin Alaya ke bioskop. Padahal filmnya kan bagus ya. Entah kenapa dan bagaimana itu film dikasih rating begitu, ada yang bilang karena filmnya lebih mudah dimengerti untuk usia begitu.
Saya akhirnya minta Alaya buat nunggu aja itu filmnya udah kualitas bagus dan minta oomnya download biar puas nontonnya berkali-kali.

Read more

Memahami Hubungan Ayah & Anak Dari Toba Dreams

Sukses itu bukan saat kamu berhasi jadi orang kaya, tapi saat kamu berhasil menjadi orang baik.

Seorang teman merekomendasikan film Toba Dreams ini pada saya dengan testimonial bahwa film ini adalah film Indonesia terbaik yang pernah ia tonton. Oke…baiklah, akhirnya dengan tidak menonton trailernya lebih dulu saya putuskan untuk menonton film dimana Vino G. Bastian berakting dengan istrinya sendiri, Marsha Timothy ini. Toh ini bukan film keduanya yang pernah saya tonton, sebelumnya saya sudah pernah menonton Air Mata Terakhir Bunda, dimana pasangan ini juga yang main.

Sesuai judulnya film ini tentu film yang bersetting Danau Toba. Benar saja, sepanjang film mata saya menikmati keindahan Danau Toba nan indah itu. Jelas dari judulnya pun kita suah tahu, film ini akan kental dengan budaya batak walau tak hanya di Balige syutingnya tapi juga tetap ada Jakarta.

Film dimulai dengan Sersan Tebe (Mathias Muchus) yang pensiun dari pekerjaan sebagai anggota TNI Angkatan Darat. Sebagai seorang prajurit pembela negara nan idealis, segera setelah selesai masa kerjanya dia mengajak istri dan 3 anaknya, Ronggul (Vino Bastian), Semurung dan Taruli kembali ke desa tempat dia berasal yaitu di Balige, Toba. Sebagai seorang bapak yang sering bertugas semasa kerjanya, Ronggul sebagai anak tertua tidak mendapat didikan langsung dari Sang Ayah dan ia juga merasa ayahnya tidak sayang padanya dibandingkan 2 adiknya yang lain. Ronggul akhirnya besar menjadi anak yang keras kepala dan selalu berbeda pendapat dengan sang ayah. Pak Tebe mengatakan Ronggul adalah anak yang berperangai buruk. Ronggul sebenarnya ingin menjadi apa yang dia inginkan, bukan menjadi apa yang ayahnya inginkan menjadi seorang prajurit. Sebagai seorang prajurit Pak Tebe mengharuskan anak-anaknya menjadi apa yang ia mau layaknya komandan pada anak buahnya.

Read more