Saya masih suka nonton drama Korea. Walau ya… gak lagi bisa nonton marathon gitu. Seringnya untuk menuntaskan baca 1 episode saja butuh berhari karena berhenti ada ngerjain yang lain dan seringnya karena ketiduran. Saya juga masih sedikit rajin membagikan judul-judul yang saya tonton, sedikit reviewnya dan nilainya. Yang mau cek bisa di sini untuk tahun 2019, tahun 2020, tahun 2021 dan tahun 2022.
Kemarin akhirnya bisa lanjut nonton Twenty Five Twenty One lagi untuk episode 14. Soal ceritanya seperti apa, silakan nonton sendiri ya. Buat saya serial ini tiap episodenya penuh dengan kehangatan, tentang keluarga, tentang persahabatan, tentang mimpi, tentang menjalani hidup, tentang masa muda yang tidak mudah dilalui, semuanya dengan setting tahun 1990-an akhir dan awal tahun 2000. Kayaknya tiap episodenya bisa bikin satu posting saking saya merasa semua episodenya punya isi pesan yang dalam.
Back Yi Jin yang seorang reporter olahraga harus melaporkan tragedi pindah kewarganegaraan Ko Yu Rim. Buat Yi Jin ini tentu hal sulit, karena dia harus melaporkan berita yang dia kenal betul orangnya. Dia kenal Yu Rim melakukan hal itu karena masalah ekonomi keluarganya, tapi di sisi lain Yi Jin gak bisa gak melaporkan kejadian menghebohkan ini karena emang itu kerjaannya. Diceritakan bagaimana Yi Jin dilema banget sebelum tayangan dan hingga tayangan berita itu disiarkan.
Na Hee Do sebagai pacar Yi Jin dan sahabat Yu Rim langsung menghubungi Yi Jin dan marah lalu meluapkan kekesalannya pada Yi Jin setelah melihat siaran berita tersebut. Kamu kok tega banget memberitakan temanmu sendiri seperti itu. Intinya kayak gitu lah ya. Na Hee Do yang blak-blakan saat itu baru berusia 20 tahun. Di usia Hee Do saat itu, dan semua di usia segitu sepertinya akan melakukan hal yang sama seperti yang Hee Do lakukan pada Yi Jin. Saat itu Yi Jin tertunduk sedih, malu dan gak tau juga gak bisa ngomong apa-apa. Karena dia sadar hal ini tuh gak mudah.
Saya membayangkan jika hal yang sama terjadi saat Hee Do katakanlah berusia 25 tahun atau lebih dari itu, saya percaya yang Hee Do lakukan adalah cukup menggenggam tangan Yi Jin, memeluknya dan berkata “aku tahu pasti ini berat buatmu dan aku tidak bisa menyalahkanmu”. Saya tau mungkin banyak yang akan bilang kedewasaan seseorang gak melihat usia, tapi kematangan usia gak akan bohong. Ada banyak pengalaman hidup dalam usia seseorang dan itu membuat kita menjadi lebih matang.
Anak usia 5 tahun mungkin banget udah bisa masuk kelas 1 SD, tapi coba bandingkan dengan anak yang usianya 7 tahun. Secara akademis mungkin bisa sama, tapi kematangannya berbeda. Yang masuk kuliah usia 15/16 tahun dengan yang masuk kuliah usia 18/19 tahun tentu udah beda kematangan berpikirnya. Yang paling mudah adalah coba kita mengingat penyesalan apa yang saat ini kalian rasakan di usia muda? kalo dipikir saat ini, tentu hal tersebut gak akan kita labeli ‘penyesalan’. Silakan jika ada yang berpikir gak seperti yang saya pikirin ya.
Kita balik lagi soal serial Twenty Five Twenty One ya. Yu Rim gak dikasih makanan di kedai jajangmyeon karena dianggap pengkhianat negara, trus Yu Rim langsung bilang “negara gak terjual hanya karena aku pindah kewarganegaraan” dan langsung menjelaskan hal yang sangat luar biasa. Seringkali negara memang gak peduli sama nasib atletnya sendiri kan ya? kalau negara lain lebih bisa menghargai kemampuan ya gpp juga mau pindah kewarganegaraan. Yu Rim mengatakan, dia yang dulu mungkin akan berlari saja tanpa menjelaskan apa-apa. Tentu waktu dan lingkungan berperan besar dalam kematangan berpikir ini.
Waktu, usia dan berbagai hal yang kita lalui dalam hidup jelas membawa kematangan berpikir yang berbeda pada tiap orang. Itu juga membawa kita melihat lagi, mencari tau lagi dan memikirkan lagi sudut pandang lain dari yang biasa kita kenakan. Lalu kita bertemu dengan pemakluman, negosiasi dan langkah atau tempat mana bisa kita lakukan.
Makin tua, makin matang jadi makin terlalu banyak yang ada di kepala kita. Jangan lupa untuk menikmati setiap waktu yang kita punya, pandemi mengajarkan kita banyak hal bukan? termasuk memaknai waktu dan nikmat sehat yang ada.
makin tua, makin matang saja tulisan-tulisan mbaknya.
sudut pandang tergantung kita memandang bagaimana