Rasanya masih gak berani menuliskan ini. Bahkan baru mulai menulis satu kata dalam posting ini, air mata udah mulai turun, tanpa bisa dicegah. Kepergian selalu meninggalkan luka seberapapun besarnya.
Sudah hampir 2 bulan papa berpulang, 27 Januari 2025 adalah hari yang mungkin tidak akan pernah bisa dilupakan. Bingung harus menuliskan apa di sini. Namun, aku berharap bisa menuliskan ini sebagai pengingat momen bahwa ada satu masa di mana kepergian orang tua ternyata sampai padaku dan akhirnya harus kulalui.
Akhir tahun lalu, mungkin sekitar Oktober 2024, papa mengeluh kurang enak badan terus. Kedinginan, gak bisa tidur dan entah beberapa keluhan lain. Aku dan adikku bukan sosok anak yang terlalu dekat dengan papa. Buat kami berdua, ada banyak hal yang gak cocok, pemikiran, cara, keputusan dll dari papa yang seringkali membuat kami justru menjauh dan makin gede makin gak terlalu peduli sama keinginan beliau. Sampai beliau pensiun, akhirnya dia memilih sering pulang kampung untuk lebih banyak berkebun. Perjalanan ke Palembang – kampung memakan waktu 6-7 jam perjalanan, makin berumur beliau udah gak lagi nyetir sendiri, lebih banyak pakai supir, karena matanya juga ada katarak.
Semakin sering bolak balik kampung, di rumah udah terbiasa dengan ketidakhadirannya. Sampai Oktober lalu itu, Papa mengeluh lebih banyak, lalu Mama memintaku untuk menemani beliau cek ke dokter. Aku menemani beliau cek ke dokter, melakukan beberapa tes ini itu dan balik lagi ke RS. Papa bukanlah orang yang mudah lunak dan menjadi penurut. Seringnya menunggu 1-2 jam di RS dia gak mau, dan lebih milih bolak balik rumah – RS, yang memang jadinya terasa melelahkan. Awalnya papa didiagnosa ada batu ginjal kecil-kecil yang bisa disembuhkan dengan obat. Dia rajin minum obat dan terakhir November lalu cek lagi, hasilnya baik dan batunya makin sedikit.
Read more