Suatu malam yang sebenarnya capek banget tapi justru belum bisa tidur, saya coba untuk menonton sebuah tayangan Youtube yang mereka sebut podcast. Ada seorang yang ditanyai tentang banyak hal dalam hidupnya, ya tentu selebriti karena dianggap hidupnya lebih bisa disoroti selain agar bisa mendulang jumlah adsense dari penonton yang menghabiskan hampir satu jam menonton tayangan tersebut. Tentu saya adalah satu dari penonton tersebut. Itu kali pertama saya mampir di channel itu dan langsung menonton karena beneran iseng aja.
Seperti biasa, tayangan tersebut berisi pertanyaan dari host dan dijawab oleh tamunya. Saya takjub dengan jawaban-jawaban si tamu karena bilang bahwa hidupnya (yang belum genap 30 tahun) sudah merasa 85% telah puas dengan hidup yang ia jalani, 15% lagi ingin ia cari dalam passionnya. Tadinya saya pikir, wah sangat muda ia sudah bisa menilai hidupnya. Ya, tiap orang bisa punya penilaian seperti itu dalam hidup. Ada yang bahkan dalam 50 tahun hidup masih saja berpikir bahwa hidupnya selalu dalam kekurangan, ya tidak ada hanya dari sisi materi tapi juga pengalaman hidup. Tentu penilaian ini sangat personal, entah menilai dari pengalaman hidup yang sudah dialami, pencapaian dalam hidup (harta, tahta, kuasa, cinta) atau untuk apa sisa waktu dalam hidup?
Saat itu lalu saya mulai berpikir, jika saya mau menilai hidup saya dari pengalaman dan pencapaian hidup, berapa persentase kepuasannya? Dari sini saja saya merasa bingung. Bukan cuma karena angkanya tapi juga saya sendiri bingung mengukurnya dari mana dengan indikatornya apa? Hehehe.
Ini mungkin ada kaitannya dengan ambisi dalam hidup, ketika seseorang bilang dia sudah 85% puas atas hidupnya, sisanya hanya ambisi terhadap passionnya, jelas berarti dia sudah paham apa yang ingin dia tempuh dalam sisa hidupnya. Lalu bagaimana dengan yang masih punya banyak banget to do list dalam hidup, ingin ini itu sebagai capaian dalam hidup padahal dia sudah punya banyak pengalaman juga dalam hidup, berapa ya kira-kira penilaian hidupnya? Hmm…daripada pusing, biarlah penilaian itu ada dalam diri masing-masing.
Sesekali tak apalah untuk melongok ke dalam diri, mencoba refleksi hidup yang katanya cuma sekali, bisa coba juga untuk melakukan penilaian kepuasan diri dalam hidup atau apa saja yang masih ingin dicari, apa saja yang sudah kita syukuri, berapa banyak jalan yang sudah dilalui, hingga berapa lama lagi kita punya cukup waktu untuk menikmati.
Seperti kata Tulus dalam lagu Kelana.
Kita ke mana?
Mau ke mana?
Hendak mencari apa?
Menumpuk untuk apa?
Kita ke mana?
Mau ke mana?
Hendak mencari apa?
Menumpuk untuk apa?
it hits me, aku merasa belum puas terhadap hidupku, tapi aku juga gak tau tujuanku apa, sepertinya harus dipikir ulang nih biar hidup lebih “bermakna”