Judul Buku : Rindu
Penulis : Sefryana Khairil
Penerbit : Gagas Media
Jumlah Halaman : 244 Halaman
Harga : Rp. 35.000
ISBN : 9789797804084
Setelah saya terharu biru membaca Dongeng Semusim yang dikasih sama Suzan waktu ultah saya bulan Februari lalu, saya rasa novel selanjutnya dari Sefryana/Riry selanjutnya kudu saya baca juga. Apalagi cover depannya menarik banget, bikin ga sabar mau baca, akhirnya saya lagi-lagi ga disiplin baca buku, langsung baca mana yang disuka, ga sesuai urutan beli :p
Rindu, ya judulnya pendek, sesimpel ceritanya. Ga jauh dari cerita Dongeng Semusim, pergolakan hati dua manusia dalam satu ikatan pernikahan, tapi Rindu menambahnya dengan kehadiran anak. Entahlah, saya harus bilang kehadiran atau kehilangan. Kehilangan seorang anak memang membuat sesuatu hadir, yaitu keRINDUan.
Bertutur tentang sebuah keluarga, Krisna dan Zahra yang harus kehilangan satu-satunya anak mereka, Daffa. Kehilangan Daffa membuat pernikahan Krisna dan Zahra menjadi berbeda. Zahra yang larut dalam kesedihan hingga lupa akan Krisna yang sebenarnya harus ia dampingi.
Ya, cerita tentang bagaimana Krisna dan Zahra menghadapi kesedihan mereka sendiri-sendiri karena kehilangan Daffa. Simpel memang, tapi kadang hidup memang dilalui dengan masalah simpel tapi kita terlalu luas menanggapinya.
Terkadang, cinta dan kehilangan berjalan beriringan
Tagline yang diambil penulis, itu yang membuat saya tertarik, beberapa kata-kata Riry dalam buku ini amat mengalir, kayak penulis udah menikah aja loh. Suatu saat saya ingin tanya, bagaimana Riry dengan baiknya menuturkan masalah sepasang suami istri juga caranya mendeskripsikan sifat wanita dan pria di dua novelnya ini.
Saya dapat merasakan bagaimana rasanya kehilangan anak apalagi anak pertama, satu-satunya. Anak sebagai guru yang mengajarkan kita sebagai orang tua banyak hal, lebih sabar, lebih perhatian, lebih bertanggung jawab. Dengan adanya anak, kadang orang tua berselisih paham bagaimana cara yang terbaik mendidiknya, apalagi harus kehilangan, akan ada banyak hal yang mengingatkan kita padanya. Hanya saja, anak adalah titipan-Nya, kita harus mampu merelakannya kapanpun Tuhan ingin mengambilnya.
Awal baca, saya sempet kesel. Halaman demi halaman awal berisi kesedihan saja, mellow banget. Tapi lebih dari seperempat bagian akhirnya saya bisa merasakan bagaimana buku ini membuat saya hampir menitikkan air mata *hampir loh ya* :D Berbeda dengan novel sebelumnya, Dongeng Semusim, saya benar-benar menangis *jujur :)* Yah, saya tau tidak sebaiknya membedakan 2 buku berbeda, tapi itulah yang dilakukan oleh para pembaca seperti saya, apalagi novel dari penulis yang sama. Bukan masalah membedakan buku, hanya saja sebagai pembanding untuk penulis jadi lebih baik.
Pertengkaran demi pertengkaran yang dialami Krisna dan Zahra ikut membawa emosi saya tapi sekaligus juga bikin bosan. Cerita pertengkaran yang terlalu banyak membuat cerita ini layak disinetronkan. Tidak sampai klimaks itu juga membuat baca buku ini kurang greget. Tapi, saya selalu suka buku-buku dengan kata-kata indah, seperti :
Ah, cinta mungkin terlalu sederhana.
Terkadang, kata-kata menjadi terlalu rumit untuk mengungkapkannya.
Khas Riry, apalagi ditambah dengan beberapa petikan lirik lagu, haduh ini bikin saya senyum-senyum sendiri, langsung pengen denger lagunya jadinya. Apalagi kalo baca buku trus ada backsoundnya, kan jadi keren tuh. Laen kali, mungkin Riry bisa sekalian bikin lagu aja yang bisa jadi ost bukunya :)
Oke. Pada akhirnya saya harus memberikan rating untuk buku ini, maka saya kasih nilai 6/10. Penilaian yang jujur dan memberikan saran juga kritik yang membangun pastinya akan memberikan kontribusi yang baik bagi sang penulis.
Wah… resensinya menggugah untuk membaca juga… cerita yang penuh dengan air mata tampaknya…
Aku suka dengan cover bukunya, hehehehehe :baca:
Suka juga covernya, jadi pengen baca…. :baca:
susah kalo lgi rindu kmu gir