Indonesia itu sangat kaya budaya, betul kan? Jika kita berada di suatu daerah, kita pastinya akan melihat banyak sekali budaya setempat. Untuk menikmati banyaknya budaya di Indonesia ya jalan-jalan adalah kuncinya, tapi di Persamuhan Pendidik Pancasila kita bisa menikmati keindahan budaya Indonesia dalam satu tempat saja.
Persamuhan Nasional Pendidik Pancasila dilangsungkan di Hotel Shangri-La, Surabaya 29 November – 2 Desember kemarin. Mengajak sekitar 500 pendidik di seluruh Indonesia (34 provinsi) khususnya para guru sejarah dan guru seni budaya, persamuhan (pertemuan) itu menjadi sangat kaya, kaya akan keragaman bahasa, kaya dengan baju adat yang sangat cantik dan menarik, kaya tarian daerah, kaya ide dan bahasan juga tentang makna Pancasila.
Bu Irene Camelyn Sinaga, Direktur BPIP di awal acara menjelaskan makna kegiatan ini disambung dengan Prof. Dr. Hariyono sebagai Plt. Kepala BPIP sekaligus membuka persamuhan ini di Graha Wilwatikta, Pandaan, Pasuruan, Jawa Timur, dengan menceritakan sejarah Pancasila dan mengingatkan kita semua agar melihat masa lalu (sejarah) dengan perspektif masa depan. Agar kita tidak melulu merasa berada di zaman perang, tapi melihat semua sejarah dan keragaman agar lebih baik di masa mendatang.
Tari Saman Tari Remo SAS Indonesia Bu Irene, Direktur BPIP bersama pemusik angklung
Para guru yang hadir mengenakan baju adat yang luar biasa membuat saya takjub. Keragaman dan kekayaan budaya Indonesia sangat terlihat dari yang mereka kenakan, beragam, bersama dalam keunikan dan kekhasan masing-masing daerah, bersatu semua saat menyanyikan Indonesia Raya dalam tiga stanza. Tak hanya itu, berbagai tarian pun ditampilkan, dari mulai Tari Remo/Remong dari Jawa Timur, Tari Saman dari Aceh, tarian dari Papua hingga penampilan SAS Indonesia, yaitu musisi yang memainkan Sasando (alat musik dari NTT) dan Sape (alat musik dari Kalimantan). Saya sangat menikmati penampilan mereka begitu juga dengan para peserta yang terkesima hingga semua ingin mendokumentasikan penampilan para penari.
Mengusung tema Pancasila dalam Narasi, Rasa dan Laku Lampah, persamuhan ini memang terasa padat dengan bahasan yang berat tapi menarik sangat. Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) yang menyelenggarakan acara ini memang mengemas kekayaan Indonesia menjadi satu yang bisa dinikmati, yang bisa dinarasikan, dirasakan hingga nanti Pancasila bisa menjadi bentuk laku yang kita kerjakan setiap harinya.
Bu Risma Sujiwo Tejo
Ngomong tentang Pancasila, Ibu Risma, Walikota Surabaya ini dalam kesempatannya pada acara ini mengatakan, bahwa yang terpenting adalah bagaimana mengajarkan anak-anak untuk bisa mencintai tanah airnya, sehingga kalau mereka cinta, mereka tidak akan dengan mudah menjelekkan/membuat malu negaranya. Bu Risma juga banyak bercerita bagaimana beliau selalu mengajak anak-anak dalam setiap kegiatan. Beliau berkata bahwa anak-anak itu gampang rapuh, maka buatlah mereka kuat.
Sepaham dengan Bu Risma, Sujiwo Tejo, budayawan nyentrik ini juga menyatakan “Bagaimana anak-anak diajarkan Pancasila tapi tidak ada figur/contohnya dalam diri pejabat negara?”. Sujiwo Tejo juga menyentil banyak kebiasaan orang-orang yang tidak Pancasila-is seperti ketika nonton bioskop tapi masih main handphone, ketika di dalam pesawat masih main handphone. Pancasila itu tidak ada ketika kamu masih menggangu orang lain. Rasanya memang tidak pantas ketika kita bicara Pancasila tapi masih saja berlaku seenaknya sendiri, harus ada harmoni antara apa yang kita ucapkan, kita rasakan dan yang kita lakukan.
Ada banyak narasumber menarik dalam acara ini, selain ngomong tentang sejarah dan Pancasila para guru diajak juga untuk bisa bernarasi, belajar bercerita pada anak seperti mendongeng dari Pak Aziz, sang seniman serba bisa dan juga belajar ber-storytelling dari Mas Iskandar Zulkarnain melalui media sosial.
Bersama para guru sejarah yang tergabung di Asosiasi Guru Sejarah Indonesia (AGSI) jelas kita tidak bisa dijauhkan dengan cerita sejarah, bagaimana munculnya Pancasila dan memang pas banget kalau persamuhan ini digelar di kota sejarah, kota pahlawan, kota kenangan, Surabaya. Luar biasanya lagi, para guru yang hadir seperti punya semangat para pahlawan, yang walaupun jadwal acaranya padat dari pagi hari hingga tengah malam, mereka selalu hadir tepat waktu dengan semangat, sesi tanya jawab dengan para narasumber pun tak pernah sepi. Sungguh para guru adalah sosok yang patut digugu dan ditiru.
Diharapkan semua guru yang mengikuti acara persamuhan ini bisa membawa Pancasila selalu dalam dirinya, dalam narasi, dalam rasa dan dalam laku yang bisa dicontoh para anak didik mereka sehingga anak-anak bangsa punya kecintaan yang besar pada Indonesia, tidak melupakan sejarah dan mampu menghargai keragaman.
Aku melewati pembukaannya. Begitu ya ternyata. Thx
wah baru tahu, Nike juga ikut sebagai guru?
dan yup benar, Indonesia memang sangat kaya. satu pulau saja seperti Papua misalnya, isinya sangat beragam akan budaya. padahal di luar kita tahunya satu pulau ini ya Papua saja. ternyata tidak sodara-sodara!
Aku yang ikut liputan aja, Daeng.
Ah aku jadi sering baca tulisanmu soal Papua.
Kapan gitu ketemu lagi kita? Biar aku denger ceritanya langsung :)