Hayo pada ngaku, siapa yang makin sering belanja di era pandemi?
Dibilang jadi lebih sering dari sebelum pandemi? Bener gak ya? Coba kita cek yuks!
Pandemi ini sudah berlangsung 1,5 tahun dan gak tahu kapan akan berakhir (kita selalu mendoakan agar semua ini segera berlalu kan ya?), sejak itu juga kita belajar untuk beradaptasi dengan semua yang disebut “new normal” atau ‘normal yang baru’. Karena sebagian besar aktivitas dilakukan di rumah, awalnya kita pikir “owh, semua bisa lebih hemat dong ya”, tapi ternyata itu salah, gak sepenuhnya salah, tapi gak bener juga.
Ada beberapa yang bisa lebih hemat memang, misalnya ongkos bensin atau biaya transportasi, yang tadinya dalam sebulan ongkos transportasi ke kantor, nganter ke sekolah anak, les anak itu pastinya lumayan, ya sekarang mungkin turun banget. Anak-anak gak perlu ke sekolah, yang kerja di rumah pun gak perlu ngantor. Otomatis hemat biaya transportasi, karena keluar rumah jadi bisa dihitung pake jari, paling kalo harus ke supermarket atau urusan lain yang memang gak bisa dilakukan online.
Selain itu apalagi yang bisa dihemat? Ah iya, uang saku anak :D Ya karena gak sekolah, otomatis uang saku berkurang dong ya. Ini berlaku sekali buat anakku yang sulung. Sejauh ini dia gak protes sih, walau tetap minta jajan pesan ini itu dari aplikasi. Saya sepertinya cuma bisa menyebutkan hal itu saja yang bisa dihemat, yang lainnya? hmmm.. Biaya apa aja yang akhirnya meningkat di era pandemi? yang ini ternyata saya bisa menyebutkan lebih banyak.
Pertama, biaya beli perangkat digital. Semua anak sekolah harus belajar daring, otomatis semua harus punya perangkat (laptop atau hp/tablet) tiap orang, karena gak memungkinkan kalo saling pinjem walau satu rumah. Yang tadinya gak punya, orangtua harus mikirin beli perangkat buat anak-anaknya. Belum lagi jika perangkat yang sebelumnya dipunyai udah gak pas lagi untuk kebutuhan si anak. Kebayang kan bagaimana kalo anaknya ada 4 atau lebih dan harus punya perangkat semua. Ibu-ibu semua harus muter otak gimana caranya agar anak tetap bisa mengikuti sekolah tapi juga keuangan rumah tangga gak susut apalagi nyusruk.
Kedua, yang menyertai perangkat tersebut adalah biaya akses internet atau kuota data internet. Apalah arti perangkat canggih jika gak ada akses internetnya, iya kan? Kalo beli kuota yang biasanya tiap bulan cuma 100rb misalnya, tentu saja biaya ini akan naik 2-3 kali lipat di era pandemi. Untuk bisa akses video konferensi sekarang seperti Google Meet, Zoom, Jitsi, Microsoft Teams gitu luar biasa menyedot kuota. Bahkan untuk ibu-ibu di rumah pun perlu lebih banyak kuota data untuk nyobain resep masak baru yang dicontoh dari Cookpad atau Youtube. Trus yang tadinya punya WiFi di rumah, sangat mungkin perlu menaikkan kecepatan akses demi kelancaraan kelas dan rapat daring. Nambah kan biayanya? so pasti.
Ketiga, biaya listrik. Setelah perangkat tambah banyak yang menyala, pasti lah dayanya juga harus diisi. Pengisian daya ini tentulah menambah biaya listrik. Belum lagi untuk tv yang lebih banyak ditonton saat pandemi, penggunaan AC juga yang mungkin masak pake kompor listrik, microwave, dll. Walau gak banyak, tetap saja ada kenaikan untuk biaya listrik.
Keempat, biaya covid 19-kit atau biaya kebersihan diri era pandemi. Untuk hal ini kita harus beli banyak masker untuk digunakan sehari-hari untuk seluruh keluarga. Awalnya beli masker kain biar bisa dicuci pakai, tapi ternyata masker medis sekali pakai tetap perlu, jadilah punya stok masker di rumah itu sebuah kewajiban di era ini. Gak cuma masker, lalu kita perlu lebih banyak sabun cuci tangan (karena pastinya akan lebih cepat habis daripada biasanya), hand sanitizer, disinfektan, tisu basah antiseptik, obat kumur, dll. Belum lagi yang gak punya alat kesehatan wajib semacam termometer dan oximeter.
Kelima, biaya langganan aplikasi OTT semacam Netflix, Viu, Disney Hotstar, dll. Yang tadinya saya cuma langganan bulanan Gramedia Digital untuk baca ebook dan juga Viu untuk nonton drama Korea, era pandemi nambah jadi langganan Netflix pula, Disney Hotstar dan Vidio. Otomatis tv kabel gak lagi banyak ketonton gara-gara udah pada cukup nonton Youtube dan film di aplikasi OTT itu. Ya, biaya itu hadir memang bukan kebutuhan primer tapi menjadi hal yang menyenangkan karena aktivitas menonton jadi asyik walau di rumah aja.
Keenam, pastinya biaya konsumsi makanan. Semua keluarga di rumah, ibu-ibu makin harus masak tiap pagi, siang, malam ditambah camilan. Walau masakan rumahan bisa lebih hemat daripada beli di resto, tetap aja kalo konsumsi di keluarga lebih sering akan lebih banyak kebutuhannya. Belum lagi kalo bosen sama menunya, dan pengen jajan. Terima kasih saya untuk abang grabfood yang senantiasa ada di kala kelaparan dan seringnya saya gak masak.
Terakhir soal belanja online. Ya, beberapa mencari pembenaran belanja online untuk menaikkan imun, karena akan jadi lebih senang setelah belanja ini dan itu. Saya gak cari pembenaran sih, tapi kadang memang ada aja rasanya yang perlu dibeli apalagi setelah liat iklan ini itu berseliweran di sosial media. Balik lagi, kalo merasa butuh dan memang budgetnya ada, monggo bisa beli, kalo gak butuh amat apalagi gak ada budgetnya, ya wes ditahan saja. Jangan lupa saat pandemi apalagi pembatasan seperti ini masih banyak yang harus kerja keras di luar rumah demi mencukup kebutuhan keluarganya. Semoga kita bisa tetap saling mendoakan dan menguatkan ya. Bantuan kepada kawan yang buka usaha juga diperlukan tuh, jangan minta diskon harga kawan, tapi belilah untuk mendukung usahanya.