Setiap orang akan menjadi tua, bukan cuma angka tapi proses menjadi tua.
Pekan lalu, saya menyelesaikan membaca buku Grow Old Gracefully yang ditulis J Maurus yang diberikan oleh seorang kawan saat di Bali kami mengadakan tukar buku. Awalnya saya mikir, kenapa harus baca buku beginian saat ini ya? Ternyata saya salah, justru saya senang akhirnya bisa membaca buku ini di umur yang saya rasa muda (ini sih maunya ya).
Dalam buku tersebut gak dibilang kita harus nabung sekian duit untuk membuat masa tua menjadi lebih nyaman dan aman, malah ga ada sama sekali hitung-hitungan soal itu. Memang iya dibahas kita perlu mempersiapkan secara materi, tapi itu aja gak panjang lebar. Lebih banyak kita diajak untuk mempersiapkan diri kita, cara pikir kita, apa yang perlu kita lakukan untuk menjalani proses menjadi tua agar nanti bisa tenang menghadapi proses itu.
Dikatakan dalam buku itu, proses menjadi tua itu adalah proses yang tidak bisa tidak akan dilalui. Maurus menuliskan banyak hal yang harus kita lakukan, seperti menjaga pola hidup, istirahat, pola makan hingga bagaimana sebaiknya kita berinteraksi dengan kawan, pasangan dan anak-anak. Saya memahami bahwa proses menjalani hidup saat ini bukan cuma menikmatinya, tapi sekalian untuk mempersiapkan dinikmatinya hari-hari tua nanti. Saya banyak mengangguk-angguk tanda setuju dengan tulisan Maurus dalam buku ini.
Tua bukan hanya soal umur, tapi lebih dari itu kan ya? Ada yang bilang saat tua kita tidak seharusnya disibukkan dengan mencari hal-hal duniawi katanya, tinggal menikmati hari dengan ongkang-ongkang kaki, main sama anak cucu, pelesiran ke mana-mana. Apakah tiap orang punya keinginan yang sama? Tentu tidak kan ya. Kalo ditanya saya, justru saya gak mau cuma ongkang-ongkang kaki di rumah, maunya pengen punya toko buku, banyak baca buku, merajut macem-macem. Ya pengennya tiap orang beda-beda. Proses untuk mempersiapkan hari tua pun begitu, ada yang merasa harus kerja keras saat muda, agar tua terasa aman, yang malah kadang gak bisa menikmati masa muda itu sendiri. Bersyukur lah yang punya kemampuan, gak perlu kerja keras banget karena secara materi aman hingga tujuh keturunan. Sekali lagi, proses untuk mempersiapkan masa tua itu yang paling penting bukan materi, tapi kesiapan diri kita sendiri, secara kejiwaan.
Banyak yang merasa selalu muda dan menampik umur yang tidak lagi muda, sehingga kita sering liat orang yang berumur tapi malah berperilaku yang gak sesuai umur. Secara jiwa kita harus tetap muda memang, tapi bukan lalu tidak terima menjadi tua ya.
Umur adalah kualitas pikiran.
Jika kaumembiarkan mimpi-mimpimu terbang,
jika harapanmu membeku,
jika kautidak lagi melihat ke depan,
jika api ambisimu padam,
Maka kausudah tua.
Bagaimana dengan hantaman pandemi yang entah kapan berakhir ini? Banyaknya berita duka bulan Juli ini rasanya memadamkan banyak perasaan. Mendengar tiap kabar duka pastilah membawa mood yang tadinya baik, langsung turun lalu senyum akan seketika hilang entah ke mana. Dua hari yang lalu, kawan kecil yang juga tetangga di lingkungan tinggal Mama, berpulang di usia 35 tahun. Sesak karena covid 19, tak mendapat rumah sakit dan harus menghembuskan napas terakhir di depan suami dan anaknya yang masih kecil. Seorang kawan yang dulu sekelas saat SMA hari ini juga berpulang dalam usia 35 tahun, meninggalkan istrinya yang sebentar lagi melahirkan anak kedua. Saya tak bisa menahan tangis, rasa sesak sambil mengingat kebaikannya. Umur tak ada yang pernah tahu sampai mana.
Pandemi ini memberi kesedihan banyak orang, mungkin juga mematahkan banyak harapan. Untuk tetap sehat dan waras tiap hari adalah keinginan yang realistis saat ini. Doa untuk diberikan selalu kesehatan selalu dipanjatkan, “sehat sehat ya!” tiap selesai berkomunikasi dengan kawan dan keluarga menjadi kata-kata yang selalu terucap. Umur tak ada yang pernah tahu sampai mana.
Semoga kita selalu bisa mensyukuri nikmat sehat hingga hari ini hingga kita bisa melewati proses menjadi tua ini dengan kekuatan hati dan ketangguhan jiwa. Amin.