Ikut Mewujudkan Mimpi Takita

Dalam surat ini, saya berharap mampu mewujudkan mimpi Takita, karena mimpinya adalah mimpi saya juga dan mungkin mimpi semua anak di Indonesia :)

Takita

Apa yang kalian pikirkan jika dihadapkan pada kesempatan untuk bercerita? Mungkin begini kalo saya :
“Hah? Cerita apa?”
“Ya, cerita apa aja, kamu kan suka baca, pasti bisa bercerita.”
#lalubingungmauceritaapa
Memang, banyak hal yang bisa diceritakan. Semua hal bahkan.

Saya lahir dan besar dari keluarga yang suka membaca. Tapi tidak untuk bercerita. Saya gak pernah dibacain cerita ataupun dongeng dari Papa dan Mama. Saya dan adik terbiasa untuk membaca sendiri apapun yang kami suka. Tapi, saya pernah bertemu dengan seorang penulis favorit saya. Dia bercerita bahwa penting bagi orangtua memberikan sedikit waktunya (jauh lebih baik kalo banyak ya) untuk bercerita kepada si anak, yang paling gampang ya membacakan mereka cerita, dongeng atau bisa juga cerita yang dikarang sendiri. Diharapkan setiap cerita yang kita sampaikan pada si anak punya pesan moral yang bisa dimengerti oleh mereka. Tujuannya, anak-anak bisa belajar memahami mana yang baik untuk dicontoh juga yang buruk untuk tidak diikuti.

Saya lantas merasa bahwa saya pun harus bisa bercerita pada anak saya. Karena gak bisa ngarang cerita apa gitu, saya lebih memilih untuk membacakan cerita seperti dongeng atau serial rakyat. Bahkan sekarang, Alaya jika diajak ke toko buku udah bisa milih sendiri :D.

Indonesia Bercerita

Saya bertemu Takita, dialah ikon gerakan semangat bercerita dari Indonesia Bercerita. Nah Indonesia Bercerita sendiriĀ adalah sebuah inisiatif untuk mempromosikan dan memberikan dukungan dalam upaya mendidik melalui cerita. Indonesia Bercerita menyediakan podcast yang berisi beragam cerita yang bisa diunduh gratis, jadi pas banget buat saya nih.

Read more

Memaknai ‘Saling Melengkapi’

Apa tujuan Anda menikah?

Jika jawaban kalian ‘untuk mempunyai keturunan’ maka cobalah untuk menonton film Test Pack karya Monty Tiwa, sekarang filmnya lagi tayang di seluruh bioskop Indonesia.

Tidak ada yang salah dengan jawaban ‘ingin mempunyai keturunan’, hanya saja mungkin seharusnya jawaban itu akan menjadi urutan kesekian dalam suatu niatan menikah. Jika jawaban tersebut menjadi urutan pertama dalam niat menikah, maka ketika mendapati pasangan kalian infertil?

Test Pack the movie (gambar : istribawel.com)

Isu ini yang menjadi tema dalam film Test Pack, dari buku yang berjudul sama karyanya Ninit Yunita. Bukunya saya baca udah lama sih ya, sekitar tahun 2006, masih cover awal. Sekarang sih udah dicetak ulang dengan cover berbeda. Menurut saya bukunya sih bagus tapi dapet visualisasi Reza Rahadian – Acha Septriasa ini yang lebih komplit.

Tata (Acha) dan Rahma (Reza) telah menikah selama 7 tahun namun belum dikarunia anak. Keinginan sangat besar dari Tata untuk bisa mempunyai anak diperlihatkan dengan usahanya melakukan banyak hal, dari mulai makan toge mulu untuk menambah kesuburan, baca buku-buku kesehatan reproduksi hingga periksa ke dr. Peni S (Oon Project Pop) dan disarankan untuk melakukan suntik hormon.

Setelah melakukan banyak cara dan belum menampakkan hasil, dr Peni menyarankan agar Rahmat juga melakukan test kesuburan. Rahmat begitu terpukul saat mengetahui hasilnya tidak sesuai keinginan.

Apa yang terjadi dengan Tata setelah mengetahui kondisi Rahmat? Baiknya temen-temen nonton saja lah. Saya merekomendasikan film ini ditonton tidak hanya untuk pasangan yang sudah menikah, yang belum menikah pun bagus juga kalo nonton film ini. Bahwa ternyata menikah bukan cuma mendengar ‘SAH’ saksi ijab qobul aja, tapi lebih dari itu, bagaimana satu sama lain bisa menerima kekurangan dan melengkapinya dengan kelebihan masing-masing.

Read more

Review Buku Two Kisses For Maddy

Two Kisses For Maddy

Judul Buku : Two Kisses For Maddy | Dua Kecupan Untuk Maddy
Penulis : Matt Logelin
Penerjemah : Nadya Andwiani
Penerbit : Serambi
Jumlah Halaman : 432 Halaman
Harga : Rp. 55.000
ISBN : 9789790243248

Karena kamu, Ayah sanggup menghadapi seumur hidup kenangan.

Bagi saya yang seorang perempuan, punya bayi yang baru lahir itu memang butuh kesabaran ekstra, gak jarang kena baby blues, kadang jadinya pengen marah karena gak tahu itu bayi nangisnya kenapa dan kerasa capek. Tapi…. itu semua menyenangkan ketika melihat senyuman di bibir mungilnya lalu semua rasa lelah terbayar dengan kebahagiaan yang tak terkira.

Bagaimana jika semua itu justru dialami seorang pria? Seorang Ayah yang harus rela menjadi ayah sekaligus ibu bagi bayi prematurnya, ya karena si ibu harus meninggalkan mereka. Dialah Matt Logelin yang harus membesarkan Maddy, putri tercintanya setelah ditinggal Liz Logelin, sang istri yang meninggal sebelum sempat melihat dan memberikan pelukan pada Maddy.

Diawali dengan cerita Matt tentang perjumpaannya dengan Liz dari SMA. Yang satu cowok kuper dan satunya cewek populer dan pintar, mereka bertemu dan memadu kasih. Hingga saat kuliah, Liz dan Matt harus merasakan LDR. Liz yang bekerja paruh waktu sambil kuliah rela menyisihkan uang hasil kerja paruh waktunya untuk membelikan Matt tiket, biar Matt bisa liburan dan ketemu Liz gitu ceritanya.

Mereka berdua akhirnya menikah. Dengan kepandaiannya Liz mendapatkan pekerjaan dengan posisi yang baik dan gaji yang cukup besar daripada Matt yang cenderung lebih santai. Namun, di tahun kedua pernikahan mereka, Liz memutuskan untuk berhenti dari pekerjaannya terdahulu dan Matt pun mendapatkan pekerjaan yang lebih mapan. Hidup mereka bahagia, apalagi setelah diketahui Liz hamil.

Read more

Perkara Membuat Kue Lebaran

Angie, Alaya, Nike dan Mama

Angie, Alaya, Nike dan Mama

Bikin kue lebaran apa nih?

Saya merasa gak pernah terlalu sibuk jika akan mendekati lebaran. Pertama, mungkin saya memang gak rajin bikin kue. Kedua, karena saya pernah berpikir, kan gak perlu repot bikin kue, toh bisa beli aja yang udah jadi.

Saya memang bukan orang yang rajin di dapur, untuk urusan masak dan bikin kue. Tapi setiap tahun mendekati lebaran, saya hampir selalu nemenin Mama bikin kue, kue kering maupun kue basah. Udah 2 tahun belakangan saya absen nemenin Mama bikin kue, karena si anak kecil yang aktif banget itu kudu diawasin biar kue bisa cepat selesai. Maklum saja, saya gak punya pengasuh atau asisten rumah tangga, jadi saya harus ngerjain apa-apa sendiri, bebersih rumah pun sendiri.

Demi kelancaran Mama yang bikin kue, saya rela ngeliatin jadinya ituh kue aja dan menemani Alaya di rumah. Tahun ini, saya kembali menemani Mama karena saya merasa Alaya udah cukup besar (35 bulan) untuk bisa dibilangin untuk gak gangguin yang lagi bikin kue. Yaaah, walo bikin kuenya gak yang ribet, saya rasa bukan masalah banyak apa gak kue yang dihasilkan, gimana rasanya, tapi ternyata lebih dari itu. Saya menyadari, ada hubungan ibu dan anak perempuan yang terasa dekat sekali.

Saya memang dekat dengan Mama, tapi memasak kue bersama membawa kedekatan kami semakin baik. Ada komunikasi yang sulit saya jelaskan, banyak cerita yang terurai, tawa yang dilepaskan dengan penuh kegembiraan, ngotot tentang bentuk kue kering yang gak sama antara yang dibikin Mama dan yang saya bikin, walau harus sedikit capek bikin adonan dan ngeliatin oven rasanya semua itu priceless.

Sebanyak apapun kue yang kamu beli, seenak kue dari toko kue terlezat sekalipun, akan lebih enak dan menyenangkan ketika mendapati kue yang kamu buat (dan kalopun ada kue yang gosong) bersama ibu dengan penuh cinta.

Posted with WordPress for BlackBerry.

Pilihan dan Jarak

I have died everyday waiting for you
Darling don’t be afraid I have loved you
For a thousand years
I’ll love you for a thousand more

– A Thousand Years, Christina Perri –

Beberapa hari lalu, seorang teman curhat bagaimana dia merindukan keluarga yang ‘normal’. Saya lalu bingung, normal seperti apa yang dia maksud. Dia bilang, yang normal menurutnya itu ialah suami, istri dan anak berkumpul di suatu tempat yang disebut rumah.

Lalu saya hanya tersenyum, lanjut saya bilang ‘akan ada waktunya’. Saya gak mau terlalu banyak bertanya, karena saya memang udah tahu, bahwa teman saya ini hanya bisa ketemu istri dan anaknya di weekend, yaitu sabtu dan minggu. Saya mungkin bisa merasakan kerinduan dari cerita-ceritanya pada saya. Beberapa kali kami sempat ngobrol soal ini.

Tentu gak sedikit keluarga yang seperti itu, karena pekerjaan suami dan istri lalu harus terpisah jarak. Ada beberapa teman saya pun seperti itu, Jakarta – Bandung misalnya yang gak terlalu jauh, juga ada yang beda pulau dan bahkan beda negara. Ini semua soal pilihan yang dijatuhkan bersama-sama, antara suami dan istri. Bagaimana inginnya satu dan yang lain. Jika dari awal keputusan untuk LDR (Long Distance Relationship) disepakati, ya seharusnya semua harus belajar untuk lebih memahami banyak hal, termasuk pekerjaan masing-masing. Tentu waktu akan menjawab banyak pertanyaan yang datang. Ya, pandangan sok bijak inilah yang saya berikan ke temen saya tersebut.

Banyak juga yang akhirnya memilih untuk mengikuti suami atau istrinya. Yuk Anti yang akhirnya mengikuti suaminya ke Qatar, Amel yang akhirnya bentar lagi pindahan setelah 3 tahun di Bengkulu untuk bersama suaminya di Jakarta, atau seperti teman saya yang berencana mengikuti istrinya tinggal di Jakarta setelah ia menikah nanti. Semua tentulah soal pilihan kedua belah pihak. Tidak mudah memang, dan hal ini sebenarnya sih normal-normal aja kan ya :) yang gak normal justru disaat bersama, malah ndak punya waktu buat ngumpul keluarga, bener gak? :)

Ibu Tetaplah Ibu, Bagaimanapun itu….

Mau working-mom, mau working-at-home-mom, mau stay-at-home-mom, ibu tetaplah ibu, itu saja!

ibu (gambar : istockphoto)

Seorang teman mengupdate di status Facebooknya, yang intinya bilang jika banyak ibu yang jadi pemales karena gak ngasih ASI ke anaknya. Oke, sampe sini aja ya, coba kalo kita update status FB/Twitter itu mbok ya dipikir dulu. Ada banyak hal yang mungkin mempengaruhi seorang ibu yang akhirnya secara terpaksa tidak memberikan ASI kepada anaknya.

Seorang teman bercerita bahwa sebegitu keras ia mencoba memberikan ASI kepada anaknya dengan cara apapun itu, tapi ternyata gak bisa karena alasan kesehatan si ibu. Akhinya mau gak mau diberikan susu formula untuk si anak. Bukan inginnya si ibu kan ya? :)

Saya termasuk ibu yang beruntung bisa memberikan ASI pada Alaya hingga dia 2 tahun lebih, nyapihnya pun gak susah. Tapi saya pikir kita harus bisa menghargai semua keputusan para ibu, apapun pilihannya. Saya yakin, tidak ada yang tidak mau yang terbaik buat anak-anaknya.

Seperti juga alasan untuk bekerja dan tidak bekerja. Kenapa banyak ibu lalu seperti membanding-bandingkan satu sama lain, lebih baik bekerja atau lebih baik di rumah saja. Semuanya baik menurut saya, silakan aja pada pilihan setiap ibu. Mau bekerja baik adanya, bisa membantu perekonomian rumah tangga, mau kerja di rumah juga baik, bisa sambil kerja bisa sambil ngeliatin anak, atau mau di rumah aja kayak saya juga saya rasa baik juga, bisa ngurus anak secara penuh dari dia bangun sampe tidur.

Semua punya kelebihan sendiri yang hanya bisa dirasakan sendiri. Walo saya stay-at-home-mom tapi untuk selalu menggali informasi dan belajar banyak hal itu penting. Ya untuk tahu banyak hal, agar bisa selalu diajak berdiskusi tentang apa aja. Lah kan ya udah ada internet yang bisa ngajarin dan ngasih kita info tentang banyak hal.

Saya percaya tidak ada ibu yang tidak menginginkan yang terbaik untuk anak-anaknya. Ibu tetaplah ibu, bagaimanapun itu.

Ponsel Pintar untuk Perempuan

Perempuan juga ingin selalu belajar :)

Saya rasa semua perempuan dimana pun berada akan selalu ingin belajar. Entah itu belajar hal baru ataupun mengasah bakat yang mungkin sebenernya udah dimiliki. Kalo di kota besar, hampir semua perempuannya gak kalah sama laki-laki untuk urusan ponsel. Penggunaannya ponsel pintar malah semakin banyak diminati banyak perempuan. Tapi bagaimana dengan daerah-daerah lain? Ternyata ponsel juga udah jadi kebutuhan para perempuan di daerah.

Sebut saja tante saya yang bekerja sebagai bidan di daerah Muara Dua, Oku Selatan (kira-kira 8 jam dari Palembang) yang boleh dibilang update banget soal ponsel. Entah sudah berapa kali dia ganti ponsel. Awalnya kebutuhan biasa ponsel ya, semacam telpon dan sms. Semakin kesini, sinyal semakin baik di daerah, maka semakin banyak pula kebutuhannya. Gak lagi hanya butuh sms dan telpon, tapi juga akses internet. Internet? sebutuh itu kah?

Saya pikir nantinya semua orang akan dimudahkan dengan kepintaran ponsel. Apalagi ponsel adalah alat paling mungkin yang bisa digunakan banyak orang dimana-mana untuk memudahkan tak hanya komunikasi tapi juga bersentuhan dengan internet. Saya sempat bengong liat tante saya ikut-ikutan buat akun di Facebook. Tapi ya, ambil positifnya aja kan ya, dari sana si tante jadi belajar gimana internetan, buka browser, walo yang diliat baru halaman Facebook doang.

Kemudahan mengakses internet dengan ponsel semakin menarik banyak orang untuk berkenalan dengan kemajuan teknologi, tak terkecuali perempuan. Kalo udah kenalan sama internet, bisa jadi candu buat tahu lebih banyak lagi soal ini itu. Kejadian sama tante saya itu. Abis tahu Facebook, entar lagi dia udah bisa searching obat-obat yang dia perluin untuk pasiennya. Pelan-pelan jadi makin banyak tahu banyak hal, pelan-pelan diajarin email-emailan juga kali ya :)

Kalo ngomongin kepintaran ponsel ya erat ya kaitannya sama provider. Saya merasa beberapa provider sudah memperbaiki kualitas sinyal hingga ke daerah-daerah. Begitu juga dengan Indosat, apalagi sekarang Indosat punya paket yang namanya paket hebat keluarga. Cocok banget nih buat para perempuan khususnya para ibu. Karena dari ibu yang hebat lahirlah keluarga yang juga heibad ;)

Gak cuma ada paket ngobrol dengan tarif hemat, tapi juga ada info soal perempuan dan…. yang paling penting juga bisa dengan mudah mengakses internet. Kalo mau punya ponsel yang gak mahal, gak ribet tapi juga pinter, bisa coba deh Nokia Asha. Sederhana dan juga pintar. *bagus banget nih buat Mamaku yang cuma bisa pake ponsel Nokia* :p