Tips Pacaran Sehat di Era Digital

Anak zaman milenial gini yang serba digital pacarannya serba mengerikan.

Kalo dulu, waktu hp (apalagi internet) belum banyak yang punya, mau nelpon pacar kudu ke telepon umum, itu pun pake ngantri. Punya duit banyakan dikit nelponnya dari wartel (warung telepon). Kebayang kan kalo LDR (Long Distance Relationship), mesti nelpon interlokal, mahal banget lah gaes. Gak cuma mesti punya banyak sabar, tapi juga harus berjuang lebih demi si pacar.

Ya dulu saya masih ngerasain susahnya LDR, kalo sekarang sih kayaknya gampang ya. Mau telpon tapi gak punya pulsa, ya tinggal voice call, kalo kangen banget ya video call. Kuota juga banyak yang murah, paling irit mah numpang Wifi di mana gitu kan ya. LDR menjadi hal yang biasa aja sih kalo sekarang, tantangannya gak sesulit dulu. Eits, tapi tunggu dulu pacaran zaman sekarang itu lebih banyak lho ternyata tantangannya. Eh gimana gimana? Bukannya tadi katanya jadi lebih gampang karena udah ada internet dan smartphone?

Read more

Mulai Menonaktifkan Akun Facebook

Siapa sih zaman sekarang yang gak punya akun Facebook? Hampir semua saya rasa punya, Facebook udah kayak KTP untuk dunia perinternetan, kalo gak punya akun Facebook kayaknya dianggap aneh banget. Per hari ini, saya malah menonaktifkan Facebook. Lho kok?

gambar dari brandsynario.com

Saya udah pake Facebook lumayan lama, mungkin dari tahun 2008 (gak inget persisnya kapan, lebih dari Twitter sepertinya). Benar memang, Facebook adalah ukuran seseorang itu dikenal dalam dunia internet. Saya juga punya kartu nama pribadi yang diberikan oleh Facebook zaman dulu banget, dengan gambar laman Facebook kita sendiri. Waktu itu dikasih cuma-cuma alias gratis dari Facebook kerjasama dengan moo.com (tinggal bayar ongkos kirim aja).

kartunama dari Facebook

Jelas Facebook memberikan kemudahan bertemu dengan para kawan-kawan lama. Saya bisa ketemu dengan kawan yang sudah lama sekali gak ketemu dari Facebook. Kawan yang sempat les bareng dulu waktu zaman SD, kawan-kawan TK, SD ya sebutlah yang ketika itu internet belum hidup di Indonesia. Senang memang akhirnya bertemu kawan lama. Facebook berguna sekali untuk mempertemukan kita pada kawan juga kerabat sodara yang jauh di mata. Kita bisa tahu apa saja update tentang kawan, sodara, kerabat jauh hanya dengan ngecek halaman Facebook saja.

Read more

Sekstorsi dan Ancaman Online Terhadap Perempuan

Karena perempuan yang selalu disalahkan.

Mungkin masih banyak yang ingat sewaktu seorang artis VA yang terkena kasus prostitusi online, orang-orang juga para netizen lalu heboh berkomentar soal ini, gak jarang juga mencibir ini itu. Menurut saya itu bukan urusan kita. Tidak berhak lah rasanya saya mencibir yang dilakukan VA apalagi saya sendiri perempuan. Hanya karena dia perempuan maka dengan mudah orang menyalahkan.

Kasus lain, yaitu tentang kasus Brigpol DS di Makassar yang harus dipecat jabatannya karena foto-foto selfie-nya yang seksi beredar. DS dianggap melanggar kode etik kepolisian. Cerita singkat kasusnya, yaitu DS pacaran dan diminta pacarnya untuk mengirimkan foto-foto seksi melalui pesan singkat. Lalu suatu hari DS diancam oleh sang pacar jika tidak memberikan yang pacarnya mau, maka foto-foto seksi tersebut akan disebarluaskan.

Cerita Brigpol DS ini sama seperti yang pernah diceritakan seorang teman yang mendampingi seorang korban, sebut saja AB. Jadi AB kehilangan ponselnya yang ternyata menyimpan foto-foto seksinya. Ponsel ini ditemukan oleh seorang pria. Setelah membuka ponsel tersebut dan mengetahui ada foto-foto tersebut, si pria mengancam AB akan menyebarluaskan fotonya jika tidak memberikan uang sebesar 2 juta rupiah.

Read more

April 2019 Nanti Bukan Cuma Milih Wiwi Wowo

Saya termasuk yang bosen liat timeline media sosial yang isinya rame-rame soal pasangan capres dan cawapres, tiap hari trending topic Twitter selalu ada aja mereka. Mending kalo ramenya adalah debat berfaedah, malah banyakan saling menjatuhkan diantara kedua kubu. Buzzernya pun kerjanya kenceng banget, banyak sih yang saya follow trus saya mute dulu deh untuk beberapa waktu, paling tidak sampe bulan April nanti.

gambar dari shutterstock.com

Tiap hari berita selalu dipenuhi tentang kegiatan pasangan No 1 dan No 2, ke mana, ngapain aja sampe-sampe mau foto aja sekarang susah pake gaya memperlihatkan jari. Kasih jempol, dianggap memihak No 1. Pake logo peace yang banyak dipake kayak orang Korea gitu, dibilangnya memihak No. 2. Padahal kadang spontan aja, lah wong itu pose yang biasa aja kan. Waktunya aja sekarang yang bikin pose begitu terlihat serba salah. Menyebalkan.

Kemalasan saya ngomongin politik di media sosial itu adalah sikap politik saya. Saya menghargai semua yang saya follow, mau ngomongin politik gimana, ya monggo aja, silakan aja. Jungkir balik tiap hari ngomongin mau milih pasangan yang mana, ya rapopo. Kecuali…. itu orang udah menjelekkan pasangan lain, ngotot, memaksa orang lain memilih sama seperti pilihannya, apalagi sampe sebar-sebar hoaks. Maka saya udah pastikan orang itu saya unfollow atau mute dulu sementara waktu. Kita boleh punya sikap, tapi coba lah untuk menghargai orang lain dengan sikap yang juga dia punya.

Read more

Ini Mengapa Twitter Masih Lebih Menyenangkan

Waktu itu saya pernah ngetwit tentang bagaimana Twitter lebih menyenangkan beberapa tahun yang lalu dibanding sekarang, kenapa? Alasannya karena temen-temen saya yang dulu gak terlalu banyak lagi ngetwit, udah lebih aktif pamer foto di Instagram. Trus sekarang Twitter jadi gak menarik ya? Gak juga sih, hmmm.. begini….

Sejak Instagram (IG) dibeli Mark Zuckerberg, semua orang yang pake android udah bisa IG-an, orang-orang jadi banyak beralih melihat foto dan video dengan caption yang panjang di sana. Jumlah love dan view video juga follower di IG menjadi lebih menarik untuk ditingkatkan, entah biar terkenal, jadi viral atau biar tetap eksis saja.

Sejujurnya, saya merasa Instagram sangatlah baik untuk memamerkan karya. Saya sendiri follow banyak yang sering memposting foto karya mereka, baik itu gambar dengan tangan, yang suka mewarnai, karya crochet dan yang suka berbagi foto jepretan kameranya. Menarik sekali, saya bisa mendapat banyak ide dari sana. Tapi bagi banyak orang Instagram juga menjadi ajang narsis, ajang pamer foto diri/selfie, keluarga hingga semua yang dipunya, yang tujuannya kadang gak lagi untuk eksis semata.

Mau tujuan orang menggunakan sosial media apa sih ya biarkan itu menjadi tujuan mereka, sejauh itu tujuan yang baik ya silakan saja. Yang menarik adalah bagaimana algoritma Instagram (juga Facebook) yang tidak lagi berdasarkan waktu, tapi yang paling sering kita ikuti dengan like/love atau search via tagar. Jadi, IG dan FB akan menampilkan di feed ya yang sering kita lihat aja, bukan berarti temen-temen yang kita follow gak ada update-an ya, tapi seringkali gak terlihat aja gitu. Apa yang sering kita sukai akan dicatat sama IG/FB untuk dijadikan lahan iklan. Lalu, muncullah iklan yang sesuai dengan apa yang kita sukai. Ini agak mengerikan sebenarnya, sadar atau tidak, ada profiler yang melihat kebiasaan kita (soal ini sepertinya menarik untuk ditulis terpisah).

Lalu mengapa orang-orang sekarang lebih suka nengok IG-story daripada post feed? Menurut saya karena orang lebih suka melihat hal remeh/sepele, update gak perlu diedit sedemikian rupa dan sesuai waktunya, yang lebih update akan berada di sisi paling kiri. Itu berarti sebenarnya kita menyukai posting sesuai garis waktu kan ya? :)

Garis waktu yang masih digunakan Twitter adalah salah satu kunci kenapa Twitter masih terasa menyenangkan buat saya. Saya bisa melihat twit mana yang lebih update setiap harinya. Fitur yang diberikan Twitter juga menjadi lebih baik dengan adanya mute keyword, jadi untuk menghindari orang-orang yang suka ngetwit gak jelas dan menjurus ke fitnah dalam urusan politik bisa kamu matikan (mute). Dan yang paling penting adalah, menurut saya di Twitter saya bisa lihat bagaimana pandangan orang tentang apa saja. Bagaimana orang-orang menilai sesuatu secara pribadi. Twitwar juga kadang menjadi menarik seperti debat, banyak ide yang dimunculkan. Saya seringkali juga bisa bertanya dan mendapat jawaban dari teman-teman untuk banyak hal, dari yang remeh sampe yang berat sekali pun. Itu mengapa saya lebih menyukai Twitter hingga saat ini.


Doxing Itu Apa Sih?

Makin maraknya aksi doxing yang dilakukan orang bikin gerah juga sih ya. Data pribadi orang diumbar ke mana-mana, udah gak mikir lagi privasi dan keselamatan orang lain. Tapi sebelum jauh ngomongin doxing, baiknya dikasih tau dulu ya apa itu doxing.

Jadi, doxing itu adalah satu istilah bagi upaya mencari dan mengidentifikasi (hingga menyebarluaskan) informasi pribadi seseorang dengan maksud jahat, dilakukan tanpa seizin pemilik identitas. Istilah doxing sendiri berasal dari kata document tracing yang berarti mengumpulkan dokumen tentang seseorang atau perusahaan tertentu untuk mempelajari mereka lebih lanjut berdasarkan sumber-sumber yang sudah dipublikasikan oleh individu itu sendiri. Wikipedia menghubungkan doxing dengan keberadaan Personally Identifiable Information (PII) yaitu informasi identitas individu, kontak, lokasi, pekerjaan atau identitas unik lainnya yang bisa digunakan untuk mengidentifikasi kehidupan seseorang. Nah, hal ini tuh jadi semakin mudah dilakukan di era jejaring sosial di mana banyak orang mengungkapkan kehidupan pribadinya secara ikhlas di jejaring sosial.

Read more

Catatan Setahun Revisi UU ITE

Setahun setelah revisi UU ITE, bagaimana?

Tepatnya 28 November 2016 revisi UU ITE resmi berlaku. Setelah setahun, saya dan teman-teman SAFENET berdiskusi bagaimana yang tanggapan atas setahun ini. Kami catat setidaknya ada 385 aduan dan itu angka yang banyak dalam kurun waktu setahun ini. Kok bisa banyak? Iya, ada pejabat publik yang gak tanggung-tanggung melaporkan ratusan akun di sosial media karena merasa nama baiknya tercemar. Mengerikan kalo saya bilang. Parahnya, meme yang dibuat warganet sebagai sindiran pun tak lagi lucu, semuanya dilaporkan.

Apa semua poin revisi gak ada yang baik?
Beberapa poin memang lebih baik, seperti :
1. pengurangan hukuman dari 6 tahun menjadi 4 tahun dan denda dari 1M menjadi 750 juta rupiah dan tanpa ada penahanan selama penyidikan.
Ini memang lebih baik, tapi pasal tersebut tetap lah pasal karet yang bisa menjerat banyak orang, maka penghapusan pasal tersebut adalah tetap yang diinginkan.
2. Ada Right to be Forgotten.
Ini juga baik sebenarnya, hanya saja harus ada regulasi dan ketentuan yang jelas soal hak ini. Apalagi kalo ketemu kasus koruptor yang minta hak begini?
Read more